-->

iklan bawah header

Mengenal Produksi Massal dan Sejarah Produksi Massal di Indonesia

Produksi massal - Dalam dunia otomotif, produksi massal disebut juga produksi mengalir atau produksi berkelanjutan / terus menerus, yaitu produksi yang dibuat dalam jumlah besar. Produksi massal mencakup kegiatan suku cadang / onderdil mobil dan bodi kendaraan ringan otomotif seperti mobil secara massal. Bersama dengan produksi massal dan produksi unit, produksi massal adalah salah satu dari tiga metode produksi.



MENGENAL PRODUKSI MASSAL 

Berdasarkan sejarah dunia otomotif, istilah "produksi massal" pertama kali dipopulerkan pada tahun 1926 melalui artikel yang ditulis di Encyclopedia Britannica. Artikel ini ditulis oleh seseorang yang bekerja untuk Ford Motor Company. Sebelumnya, berita utama Koran The New York Times menggunakan istilah "Produksi Massal (Mass Production)". 

Konsep produksi massal dapat ditemukan di berbagai jenis produk, bahkan sampai produk teknik otomotif untuk kendaraan ringan. Produksi massal merupakan salah satu aspek yang dapat mempengaruhi semua bidang ilmu. Berbagai aspek produksi massal, seperti lini produksi dan standardisasi ukuran, sudah ada sejak lama bahkan sebelum era revolusi industri. Namun era Revolusi Industri menandai terciptanya mesin-mesin yang dapat membantu manusia bekerja, yang membuka jalan bagi manusia untuk melakukan produksi massal dalam waktu singkat.


SEJARAH PRODUK MASSAL KOMPONEN SPAREPART DAN VARIASI KENDARAAN RINGAN DI INDONESIA 

Berikut ini disajikan mengenai sejarah industri komponen otomotif kendaraan ringan di indonesia. Di mana perkembangan industri otomotif di Indonesia didorong oleh kebijakan pemerintah yang mengatur sektor tersebut. 

1. Tahun 1969 

Kementerian Perdagangan dan Perindustrian telah menerbitkan regulasi bersama mengenai impor kendaraan utuh (CBU) atau kendaraan ringan terurai (CKD) serta industri perakitan. Pada saat itu mulai bermunculan industri perakitan dan industri pendukung, seperti suku cadang, pengecatan, dan baterai (aki). Industri lokal telah mampu memproduksi jigs dan fixtures, serta melakukan pengecatan, las, trimming, dan metal finishing. 

2 Tahun 1970 

Pada tahun 1970, Pemerintah Indonesia mengeluarkan beberapa kebijakan untuk mendukung industri otomotif Indonesia, seperti SK Menteri Perindustrian No.307/M/SK/8/76, SK Menteri Perindustrian No.231/M/SK/11/78, dan SK Menteri Perindustrian No.168/M/SK/9/79. Selain itu pemerintah juga mengeluarkan serangkaian peraturan yang disebut dengan sebutan Program Penanggalan. 

Kebijakan ini memberlakukan bea masuk yang tinggi pada kendaraan yang tidak menggunakan stamping parts yang diproduksi dalam negeri. Saat itu, pemerintah lebih fokus pada minibus dan kendaraan niaga, salah satunya dengan memberikan keringanan pajak dan pengenaan pajak yang tinggi pada kendaraan seperti mobil.

3. Memasuki Era 1980-an 

Pada tahun 1980-an, karena beberapa kendala seperti depresiasi rupiah pada tahun 1983 (27,5%) dan rupiah (31,0%) pada tahun 1986, perkembangan industri otomotif mengalami pasang surut. Selain itu, hal tersebut dibarengi dengan pengetatan kebijakan moneter pada tahun 1987. Pada akhir tahun 1981, penjualan mobil sekitar 208.000 unit, yang turun 150.000 menjadi 170.000 unit di tahun-tahun berikutnya. Dengan penurunan industri otomotif, bisnis suku cadang dan aksesoris menjadi agak lesu.

4. Era 1990-an  

Pada 1990-an, pemerintah mengganti rencana kalender dengan rencana insentif yang disebut Paket Kebijakan Mobil 1993. Produsen mobil boleh memilih suku cadangnya sendiri. Suku cadang ini akan menggunakan produk lokal dan mendapat potongan tarif impor. Jika berhasil mencapai tingkat kandungan lokal tertentu, bahkan bisa dibebaskan dari tarif impor. .

Pada tahun 1996, pemerintah memutuskan untuk mempercepat rencana program insentif dan merumuskan rencana mobil nasional, yang menetapkan bahwa untuk dibebaskan dari tarif impor, perusahaan harus mencapai 20%, 40% dan 60% kandungan lokal pada tahun pertama, kedua dan ketiga. Instruksi Presiden Nomor 2 (Inpres) tahun 1996 tentang Program Mobil Nasional dikeluarkan untuk memperbaiki sistem deregulasi guna menyambut pasar bebas pada tahun 2003. 

PT. Timor Putra Nasional (TPN), bekerja sama dengan KIA Motors Corporation Korea Selatan, adalah perusahaan pertama yang membebaskan barang mewah dari tarif impor melalui program tersebut. TPN dipercaya memproduksi mobil nasional bernama Timor (Teknologi Industri Mobil Rakyat).

Pada bulan Juni 1996, pemerintah kembali mengeluarkan Keppres No. 42 yang menyatakan bahwa selama mobil Timor diproduksi oleh tenaga kerja Indonesia di pabrik Kia di Korea Selatan, TPN dapat mengimpor mobil utuh dari Korea Selatan. TPN harus mampu memenuhi hingga 60% kandungan lokal mobil Timor dalam waktu 3 tahun. Perusahaan otomotif lain (Jepang, Amerika Serikat, dan Eropa) yang tidak menerima insentif pajak yang sama memprotes Organisasi Perdagangan Dunia  atau World Trade Organization (WTO).

Bahkan, Inpres juga mengatur bahwa siapa pun bisa mendapatkan predikat mobil nasional, artinya jika penggunaan komponen lokal merek nasional mencapai 60% dan dioperasikan oleh perusahaan swasta nasional, bukan kepanjangan tangan dari prinsipal. Selain bea masuk, kendaraan dengan kandungan lokal 60%, juga dibebaskan dari pajak barang mewah, dan produsen didorong untuk berinvestasi di perusahaan seperti mesin dan pengecoran yang memproduksi produk setengah jadi. 

Selain Timor, merek nasional lain juga telah dikembangkan, seperti Sena dan Morina (Bakrie), Maleo, Perkasa, Kancil dan Astra. Ketika krisis ekonomi datang pada tahun 1997, proyek Timor semakin suram dan puncaknya ketika rezim Presiden Suharto runtuh pada Mei 1998. Penjualan mobil pada tahun 1998 juga turun menjadi 58.000, sangat berbeda dengan 392.000 pada tahun 1997.

5. Tahun 2000 

Pada tahun 2000-an, pemerintah mengeluarkan Paket Kebijakan Otomotif 1999, yang bertujuan untuk mendorong ekspor produk mobil, merangsang pasar dalam negeri dan memperkuat struktur industri otomotif melalui pengembangan pembuatan suku cadang. Keran kendaraan CBU impor dihidupkan kembali, berbeda dengan keadaan sulitnya mengimpor kendaraan CBU pada tahun-tahun sebelumnya. Selain memasuki era pasar bebas, tujuan lainnya adalah membuka keran kendaraan CBU impor, diharapkan juga mobil rakitan lokal (CKD) bisa didorong untuk meningkatkan kualitas kendaraannya menghadapi serbuan kendaraan CBU. Pemain lokal tidak hanya meningkatkan kualitas dalam persaingan, tetapi juga menurunkan harga dengan menambah jumlah suku cadang atau suku cadang lokal yang terdapat di dalam kendaraan.

Di zaman modern seperti sekarang ini, industri otomotif memproduksi berbagai macam mesin mobil ringan, seperti mobil, oleh karena itu membutuhkan suku cadang atau suku cadang dan asesoris yang banyak karena banyak orang yang memiliki mobil ringan. Alhasil, permintaan suku cadang pun semakin meningkat, sehingga bermunculan pengusaha membuat varian suku cadang dan mobil ringan.



0 Response to "Mengenal Produksi Massal dan Sejarah Produksi Massal di Indonesia"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel